Sabtu, 19 Mei 2012

MENGEDALIKAN DIRI

Pengendalian Amarah Sebelum ‘Api’nya Menguasai Diri

Belakangan ini entah setan apa yang begitu kuat membisikkan dan menggoda kesabaranku untuk meninggikan nada bicara apabila merasa tersinggung dengan perilaku maupun perkataan orang lain saat itu. Aku mulai sadar bahwa reaksi spontanku ketika menanggapi hal yang dikeluarkan orang di sekitarku menjadi berbeda dari sebelumnya. Gejolak itu begitu kuat hingga ke urat nadi, dan begitu dilakukan, akan terasa suatu kepuasan memenuhi aliran darah ini.
Amarah.
Biasanya, ketika aku merasa mudah tersinggung, itu berarti aku sedang berada pada masa yang lumrah dan wajar bagi kaum perempuan : PMS (Pre Menstruasi Syndrom). Akan tetapi, kemudian aku sadar bahwa saat itu, yang lebih tepatnya pada akhir Ramadhan 1432 H ini, bukanlah waktunya aku mendapatkan jatah bulanan bagi perempuan tersebut. Ya, aku merasa ada suatu perubahan dalam diriku, yang bermula dari tanggal 27 Ramadhan.
Angka ganjil dan hari terakhir bulan Ramadhan membuatku berpikir mungkin memang pada tanggal tersebut godaan dan cobaan lebih berat dari hari-hari sebelumnya. Akan tetapi, setelah melewati 1 Syawal pun hati ini masih terkotori oleh perasaan mudah marah tersebut. Aku sadar jika aku salah. Dan aku sadar aku pun juga tidak mau terbiasa terlarut dalam emosi yang tidak baik dan apalagi menjadi pemarah.
Akan tetapi sadarkah kita bahwa ketika amarah begitu menguasai diri, rasanya otak pun tidak lagi dapat berpikir. Hati seperti tidak bersuara untuk menjaga pemiliknya tetap dalam path yang benar. Ketika rasa tersinggung itu muncul dan tidak segera diredam, ada suatu rasa yang memanas dari hati yang kemudian mengalir ke atas hingga terasa panasnya sampai ke ubun-ubun, kemudian menyebar ke seluruh tubuh dengan mengendarai darah. Dalam posisi ini, ketika rasa itu kemudian dilontarkan keluar, baik melalui mulut (lisan) maupun anggotak gerak (gerakan), suatu kepuasan yang sangat besar langsung memenuhi seluruh hati dan menyebar ke seluruh tubuh pula. Sesaat kemudian, entah itu semenit, satu jam, 3 jam maupun esok harinya, ada suatu suara dari dalam yang mengeluhkan tindakan kita. Suatu penyesalan.
Ketika bisikan setan tidak lagi menguasai suara hati, maka hati nurani pun baru terdengar suaranya. Inilah yang sering terjadi pada orang-orang yang telah melakukan kesalahan. Bagaimana kesalahan itu kemudian malah justru terlanjur dilakukan adalah karena ketidakmampuan orang tersebut mendegar dan memenangkan bujukan hati nuraninya.
Sementara dalam suatu hal, terkadang maksud baik sulit dibedakan dengan amarah, contoh : nasihat. Perkataan yang mungkin menyakitkan orang lain, bisa berada dalam 2 konteks : bentuk dari amarah, iri, dengki, penyakit hati lainnya atau bentuk nasihat. Cara membedakannya adalah dengan melihat apakah ada suatu penyesalan yang muncul dalam diri kita setelah mengatakan hal tersebut pada orang lain. Jika ada, berarti itu memang merupakan kesalahan yang bersumber dari penyakit hati kita. Jika kita tidak merasa menyesal, hal tersebut bisa jadi memang benar-benar merupakan nasihat bagi orang lain. Akan tetapi perlu diperjelas sekali lagi bahwa sumber rasa sesal itu adalah suara hati nurani. Karena bisa saja kita mengada-ada merasa tidak menyesal karena masih terkuasai oleh suara hati yang tidak baik yang sumbernya dari setan.
Banyak hal yang dihasilkan dan diakibatkan dari tindakan bentuk pelampiasan amarah. Hal tersebut banyak merugikan, yang jelas merugikan pelaku, dan sering juga orang di sekitarnya. Biasanya pelaku baru merasa menyesal setelah beberapa waktu setelah itu, setelah kondisi hatinya membaik dan ia dapat berpikir jernih. Lantas kemudian bagaimana kita dapat menahan amarah agar ketika muncul dari hati, tidak menyebar kemana-mana dulu apalagi ke seluruh tubuh hingga kita tidak lagi dapat memikirkan dampak buruknya karena otak pun telah terkuasai emosi ini?
Orangtua saya pernah suatu kali memberikan tips apa yang sebaiknya dilakukan ketika amarah itu datang. Kemudian saya mencari informasi lebih lengkap, terutama terkait sumbernya yang merupakan hadist Rosulullah SAW. Berikut hal yang sebaiknya kita lakukan ketika mulai muncul rasa marah dalam hati :
Membaca ta’awudz
Jika dilihat artinya yang merupakan bentuk permohonan kita kepada Allah, “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”. Kita tau bahwa hal-hal negatif yang menentang hati nurani itu merupakan godaan setan, dan marah adalah salah satu hal negatif tersebut. Untuk itu, hal pertama yang kita sebaiknya lakukan adalah memohon perlindungan dari Nya, agar kita tidak terlarut dalam bisikan setan.
Al Imam Al Bukhari dan Al Imam Muslim rahimakumullah meriwayatkan hadits dari Sulaiman bin Surod Radliyallahu’anhu : “Ada dua orang saling mencela di sisi Nabi SAW dan kami sedang duduk di samping Nabi SAW . Salah satu dari keduanya mencela lawannya dengan penuh kemarahan sampai memerah wajahnya. Maka Nabi SAW bersabda : Sesungguhnya aku akan ajarkan suatu kalimat yang kalau diucapkan akan hilang apa yang ada padanya, yaitu sekiranya dia mengucapkan : Audzubillahi minasy Syaithani rrajiim.”
Duduk / berbaring
Ketika amarah begitu menguasai diri, selain mengucap ta’awudz, segerakan untuk duduk. Karena saat kita duduk, kita tidak dapat melakukan banyak hal seperti saat kita berdiri. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti memukul, menendang atau gerakan negatif lainnya. Jika duduk masih dirasa kurang “mempan”, coba untuk berbaring.
Al Imam Ahmad dan Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan hadits dari Abu Dzar Radliyallahu’anhu bahwa Nabi SAW bersabda : “Apabila salah seorang diantara kalian marah dalam keadaan berdiri duduklah, jika belum hilang maka berbaringlah.”
Diam
Daripada terus bercekcok dengan lawan bicara, hingga mengeluarkan kata-kata yang tidak baik, tidak terkontrol dan jatuhnya pada pembicaraan yang tercela, lebih baik diam.
Dalam hadits disebutkan : “Apabila diantara kalian marah maka diamlah”. Beliau ucapkan tiga kali. (HR. Ahmad)
Berwudhu
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya marah itu dari syaithan dan syaithan itu diciptakan dari api, dan api itu diredam dengan air, maka apabila d iantara kalian marah, berwudhulah.”  (HR. Ahmad dan yang lainnya dengan sanad hasan)


http://gitacremonandra.wordpress.com/2011/09/10/pengendalian-amarah-sebelum-%E2%80%98api%E2%80%99nya-menguasai-diri/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar